Idealnya Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menjadi wadah aspirasi bagi rakyat yang kemudian aspirasi-aspirasi tersebut disampaikan dalam rapat parlemen, jadi gampangannya DPR harus pro kepada Rakyat. Tapi realita di lapangan mereka cenderung diam seribu bahasa kala menyaksikan penderitaan Rakyat yang telah mempercayakan jabatan DPR pada mereka sehingga sekarang mereka berhasil meraih status sebagai anggota DPR. Tidak bisa dielak bahwa mereka yang diamanahi kedudukan seakan menutup mulut dan mata, atau berpura-pura bisu dan buta saat mengetahui sebagian rakyat Indonesia masih merasakan nasib yang memprihatinkan. Bagaimana tidak, dari data yang diambil oleh survei Litbang Kompas pada 10-12 Januari 2023 bahwa penilaian publik terhadap kinerja DPR cenderung negatif, yaitu sebesar 63.4% responden menyatakan bahwa aspirasi mereka hanya sesekali saja didengar oleh DPR. Jadi selama ini DPR telah melakukan apa untuk rakyat?
Keadaan seperti ini menghadirkan ide untuk mengimplementasikan Artificial Intelgence dalam ranah pemerintahan seperti yang mulai diterapkan oleh India, Harvey namanya, adalah AI yang bertugas untuk memaksimalkan potensi untuk menganalisis data sosial media, survei, dan laporan publik guna mengidentifikasi isu publik yang perlu diatasi oleh pemerintah. Sedangkan penggunaan AI dibidang pemerintahan dapat sejalan dengan konsep Government 4.0 yang menggabungkan antara teknologi digital dan inovasi demi meningkatkan efisiensi kinerja pemerintahan. Selain itu IA juga dapat digunakan untuk mempercepat informasi digital dalam sektor publik khususnya dalam meningkatkan keterlibatan rakyat dalam mengambil keputusan penerapan tentu hal ini akan menguntungkan pihak pemerintahan, karena dengan demikian mereka tidak sudah perlu mengeluarkan anggaran yang banyak kepada Anggota parlemennya hanya untuk mengunjungi pelosok-pelosok karena semuanya dapat digantikan oleh AI termasuk dalam hal menampung aspirasi rakyat yang nantinya akan dikirim ke pihak pemerintah pusat sebelum dirapatkan.
Namun apabila DPR di Indonesia ingin digantikan oleh AI, maka pemerintah perlu membuat suatu badan baru yang bertanggung jawab sebagai penyelenggara AI agar benar-benar selaras dengan pasal 1 angka 6 UU ITE. Ini bertujuan untuk mengantisipasi keadaan yang dapat merugikan masyarakat. Meski demimikian seorang pemimpin hendaknya mempunyai akal, nurani, dan rasa kemanusiaan berbeda dengan AI yang tidak memiliki kelebihan itu, sehingga diperlukan inovasi yang mampu mengkolaborasikan antara kelebihan dari sifat-sifat manusia dengan kecerdasan yang dimiliki oleh AI.
Wallaahu A’lam Bishshawab
Comments