Dalam engkapan gundah maha pilu,
Aku bersembunyi
Dalam luka maha pedih, aku bertahan
Alibimu mengguncah hati yang kian mati,
Menjajikan langit yang setia saja menemani.
Namun, yang hadir hanyalah senja,
Indah namun sesaat
Kali ini aku terperosot jauh dalam luka, menyandang beribu ribu lara dari dia yang sangat aku cinta
Mengapa? Aku harus kembali kehilangan, sedangkan aku ada disaat kamu kehilangan
Sekarang, tinggal aku dan diriku yang harus kembali tertatih melewati keusaian ini. Padahal, tak henti lubnah hati terdalam itu memberi pengertian dzon kefanaan cinta. Namun, selalu saja akalku menjanggal bahwasanya aku harus selalu mencinta, hingga akhirnya gelora ini bertemu di titik rindu yang sungguh teramat menggebu
Jujur saja,
Rinduku ini sungguh kelu, jika berkutik syarafku tegang karena itu, diam saja darah nadiku selalu saja menyebut namamu. Kamu tahu apa itu? Aku selalu mengingatmu
Sungguh, ini terus saja menyayat Sayatan yang begitu setia menemaniku,
Terluka semakin parah, itu aku
Mengapa sakit ini segan saja menggrogotiku,
Tanpa ragu menyebar diseluruh urat syarafku
Raudatunnisa, Disciple Monash Institute angkatan 2021