Banyak yang mendefinisikan cinta, tetapi tidak menyentuh hakikat cinta yang sesunggunya. Cinta memang sesuatu yang misterius. Diungkapkan dengan kata bernaluri sastra, dihidupkan dengan rasa. Jika cinta adalah nyawa, maka manusia tidak pernah bisa hidup tanpa cinta. Ia yang membuat lancar aliran-aliran asa.
Ia tinggal di dalam qalbu manusia. Bergelora, menyala-nyala, dan membara di dalam dada. Terkadang jika bicara cinta, akal dan logika untuk sementara mengalah untuk mempersilakan rasa berbicara. Seringkali mendatangkan bahagia. Tidak jarang menimbulkan luka dan bahkan duka. Cinta, banyak yang gila karenanya. Tidak sedikit yang berhasil mengecap manisnya. Lalu merayakannya.
Ya, cinta memang selalu menarik untuk dibicarakan. Tidak pernah habis untuk dituliskan. Ia selalu memberikan daya tarik bagi setiap insan. Satu yang pasti, cinta adalah fitrah dalam diri setiap manusia yang diberikan secara cuma-cuma oleh Tuhan. Karena itu, bersyukur menjadi keniscayaan.
Begitu rumitkah kita memahami satu kata bernama cinta itu? Makin banyak definisi, orang makin bingung memahaminya. Semua itu tidak lepas dari perbedaan persepsi yang dimiliki oleh setiap manusia. Tentu, tidak jarang kita mendengarkan orang mendefinisikan cinta sebagai pengorbanan. Ada juga yang mendefinisikan cinta sebagai sarana take and give. Ada pula yang meyakini bahwa cinta itu membawa semangat untuk bersama menggapai asa.
Lalu juga pernah kita dengar sebuah pertanyaan, cinta itu kata benda atau kata kerja? Argumentasi dan dalil-dalil pun disusun sedemikian rupa. Demi menggambarkan kebenaran cinta yang dirasakannya. Orang sering mengatakan “Aku cinta kamu”. Jelas bahwa itu adalah kata kerja. Lalu bagaimana mungkin cinta disebut kata benda?
Kata Benda adalah segala sesuatu yang kita lihat atau dapat kita bicarakan dan yang menunjukkan orang, benda mati, tempat, tumbuhan, hewan, gagasan, dan sebagainya. Sebut saja di antaranya: Ahok, Ahek, meja, kursi, tas, buku, gajah, merpati, rumah, taman, planet, dan sebagainya. Dari jajaran kata tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa kata benda itu stagnan. Tidak berkelanjutan.
Dan jika kata benda itu harus berwujud, lalu apa wujud cinta? Apakah sikap, perilaku, atau perbuatan? Jika demikian, maka itu dinamakan berlkelanjutan. Mungkin yang maksud kata benda adalah tempat bersemayamnya cinta. Ya, benar, ialah hati.
Lalu ada yang mengibaratkan cinta itu biji, sebagaimana kata hubb yang seakar dengan kata habbun (biji). Baiklah, biji itu memang kata benda. Tetapi biji yang dimaksud itu harus tumbuh. Sebagaimana kata Mansyur S, karena itu, biji tersebut mesti disirami, agar tumbuh bersemi.
Cinta itu kata kerja. Kita bisa memilih untuk meneruskan atau menghentikan. Jika baik untuk masa depan, lanjutkan. Jika tidak baik untuk masa depan, temukan cinta yang lain (Abana).
Abana mengatakan bahwa cinta itu kata kerja, karena seorang pencinta ataupun yang dicinta punya pilihan untuk melanjutkan yang dirasakannya. Melanjutkan cinta agar tumbuh bersemi adalah satu pilihan. Juga terdapat satu pilihan yang lain, yakni melanjutkan untuk membunuhnya agar tidak tumbuh lagi.
Kata kerja adalah kata yang menunjukkan nama pekerjaan atau perbuatan yang dilakukan oleh subyek. Poin pokok di dalam kata kerja adalah pelaksanaan. Dengan kata lain, dia memerlukan kelanjutan. Demikianlah cinta. Ia hidup dengan keberlanjutan melalui sebuah pelaksanaan. Tidak ada cinta yang tetap. Karena ia seperti iman, kadang bertambah, kadang berkurang.
Cinta itu punya makna yang luas! Karena cinta adalah kata kerja, maka ia membuat jiwa-jiwa tergerak untuk melakukan kebaikan. Cintalah yang membuat seorang Ibu mampu bersabar mengandung dan berpayah-payah ria menahan sakit, demi kelahiran putra yang ditunggunya. Cinta pula yang membuat seorang Ayah rela berpeluh darah dalam mencari nafkah untuk keluarga yang dicintainya.
Cintalah yang membuat seorang pejuang kemerdekaan merelakan harta benda dan jiwanya untuk dikorbankan. Cinta pulalah yang membuat seorang guru teguh memberikan pengajaran dengan penuh kesabaran kepada setiap anak didiknya. Cinta juga yang membuat Induk burung terbang mencari makanan untuk anak-anaknya di sarang.
Karena cinta tak sekedar kata. Ia adalah kata kerja. Meski kita tahu, karena cinta orang bisa berkata-kata laiknya penyair yang telah menemukan makna. Ia tiba-tiba pandai merangkai kata dalam bentuk sastra. Tetapi justru ini menujukkan kekuatan cinta itu sendiri. Dia menggerakkan dan membangkitkan.
Dalam konteks cinta kepada kekasih, pesan Abana di atas mengisyaratkan bahwa cinta itu kata kerja dan setiap insan yang terserang oleh virus ini bisa memilih untuk melanjutkan atau menghentikan. Pesan itu memandu kita agar tidak salah memperlakukan cinta.
Memang benar, kita mungkin tidak bisa memilih jatuh cinta dengan siapa dan kapan. Karena faktanya, ia seringkali muncul tiba-tiba dan menyerang siapa saja dengan membabi buta. Akan tetapi, keputusan untuk menyirami biji yang telah tumbuh bersemi atau mencabut habis semuanya itu juga ada di tangan si pencinta.
Jalaludin Rumi mengatakan, cinta itu mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menjadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam.
Begitu besar kekuatan cinta itu, maka harus dijaga, diarahkan untuk hal yang positif. Jika cinta mengarahkan manusia kepada keburukan, maka bisa dipastikan itu cinta yang tak lagi suci, dan karena itu perlu dihentikan. Karena ini akan mengganggu masa depan.
Pesan Abana: “Jika tidak baik untuk masa depan, temukan cinta yang lain.” Ini adalah konsekuensi dari sebuah pilihan. Hakikat cinta itu membangkitkan. Kalau melemahkan, bisa dipastikan itu sudah tercampur dengan kepentingan setan. Menemukan cinta yang lain untuk mendapatkan puncak kebahagiaan adalah sebuah pilihan yang cerdas dan brilian. Setelah bertemu, jagalah. Terus sirami agar selalu bersemi, hingga akhirnya berbuah.
Agar cinta selalu menuntun kita dalam melakukan kebaikan dan amal-amal nyata, sertakan iman di dalamnya. Karena sesungguhnya, iman-lah yang membedakan kualitas cinta. Ia yang akan menjernihkan cinta. Memurnikannya dari campuran-campuran nafsu dunia. Dan jika kita mencinta, lakukan dengan ikhlas, sungguh-sungguh, sederhana, dan penuh cinta. Dasarkan segala cinta kepada Sang Maha Pemilik Cinta, semua akan bahagia pada waktunya. Atas ridla-Nya. Insyaa’a Allah.
Semarang, 15 November 2019
Ketika saya baca dan berfikir,, kurasa hal yang disampaikan memang benar. Kerennn👍👍👍👍👍😁
Tulisan bapak bagus. Hanya saja saya kurang setuju dengan ungkapan bapak jika yang salah adalah cinta. Tapi saya akan lebih setuju ketika manusia yang salah, ketika ia diberikan kesempatan oleh Sang Maha Cinta untuk jatuh cinta. Tapi dia justru salah mempergunakan cinta. Kebanyakan manusia mengatasnamakan cinta demi status. Simplenya, mengaku cinta padahal tidak cinta. Demi status pacaran contohnya. Realita kehidupan seperti itu pak. Baca artikel perihal cinta saja tidak cukup. Karena pelajaran paling berharga adalah pengalaman. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa manusia bisa hidup tanpa cinta. Semua insan membutuhkan cinta, meskipun banyak manusia yang terluka karena cinta tapi manusia masih saja hobi jatuh cinta. Ya, jatuh yang menyisakan candu adalah jatuh cinta. Bicara cinta tidak akan ada habisnya.
Tulisan pak aziz bisa memberi seseorang berpandangan lebih luas tentang cinta. Tapi ada sebagian kata yang kurang saya setujui tentang, cinta itu membangkitkan bukan melemahkan, memang benar. Tapi, jika seseorang sedang jatuh cinta dan menjalin cinta maka seseorang tersebut tidak akan hanya bangkit dalam cinta tapi dia juga akan merasa lemah ketika seseorang yang dia cintai terluka bukan karna dia tapi karna hal yang lain.
Luka dan obat yang selalu di suka 😅