Keberkahan dalam Kesengsaraan

Hidup adalah anugerah, penuh dengan kisah lika-liku. Setiap manusia pasti merasakan cobaan hidup yang berbeda-beda. Tetapi, kehidupan seperti itu harus dijalani dan dinikmati. Sebab, sakit dalam perjuangan itu tidak akan berlangsung lama, kecuali dirimu sendirilah yang menyerah dalam perjuangan tersebut.

Kisah inspiratif perjalanan hidup Bapak Slamet dan Ibu Sundari, sepasang suami istri yang hidup miskin. Hidupnya serba kekurangan, mulai dari tempat tinggal, kebutuhan hidup sehari-hari dan lain-lain. Bapak Slamet dan Ibu Sundari mempunyai tiga orang anak, di antaranya dua laki-laki dan satu perempuan. Masing masing bernama Widodo, Bayu, dan Ulya. Penghasilan Bapak Slamet dan Ibu Sundari tidaklah besar, mereka hanya bekerja sebagai buruh tani yang tidak menentu penghasilannya. Kadang kadang hanya mendapat upah kurang dari 50.000 per hari. Penghasilan sekecil itu harus bisa untuk menghidupi keluarga kecilnya. Kadangkala mereka hanya makan dengan lauk garam, sambel dan bahkan tidak makan karena tidak mempunyai beras untuk dimasak.

Dengan keadaan yang susah seperti itu, tetangga-tetangga (Bapak Slamet dan Ibu Sundari) tidak ada yang peduli sama sekali. Mereka malah mengucilkan keluarga Bapak Slamet, karena melihat keluarga Bapak Slamet yang miskin. Mereka merasa risih dan menganggap keluarga Bapak Slamet tidak selevel dengan kehidupan mereka yang menengah ke atas. Untuk sekedar mampir dirumah pun tidak ada yang mau. Mereka jijik dengan keadaan rumah Bapak Slamet yang sudah tidak layak pakai. Lantai yang masih beralaskan tanah, rumah dari kayu yang sudah mulai lapuk dimakan rayap dan genteng yang sudah melorot itu, merupakan tempat tinggal Bapak Slamet dan Ibu Sundari serta anak-anaknya. Lengkap sudah penderitaan Bapak Slamet dan Ibu Sundari yang serba kekurangan dan dibenci oleh tetangganya.

Anak-anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari tidak merasa malu dengan kondisi orang tuanya yang seperti itu. Mereka malah bangga dilahirkan oleh sepasang suami istri yang tabah dalam setiap langkah. Putra sulung mereka yang bernama Widodo, dia sudah mempunyai istri bernama Puji. Sebagai seorang istri sekaligus menantu dari Bapak Slamet dan Ibu Sundari, dia tidak suka dengan mertuanya yang miskin. Puji sama sekali tidak mau menginjak rumah mertuanya tersebut. Akan tetapi, lambat laun istri Widodo tersebut memaklumi dan mau bersua kerumah mertuanya itu. Hal tersebut dilakukan tak lain karena bujukan dan bimbingan Widodo yang sabar menghadapi sifat istrinya tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Anak-anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari merupakan anak-anak yang cerdas. Contohnya Bayu dan Ulya. Bayu merupakan anak kedua, dia sangat sayang kepada adiknya yang bernama Ulya. Semua kebutuhan Ulya dia yang menanggung. Meskipun dengan gaji yang pas-pas an, dia tetap membagi gajinya tersebut kepada adik dan kedua orang tuanya. Sedangkan anak bungsu mereka, yaitu Ulya. Dia merupakan anak perempuan yang sangat penurut. Dia sering mendapat ranking satu di sekolah. Selain itu, dia juga menjuarai beberapa perlombaan di tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi.

Ketiga anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari menjadi orang yang sangat sukses di bidang pendidikan. Mereka bertiga selalu haus akan ilmu pengetahuan. Meskipun mereka anak dari keluarga yang miskin, mereka tidak patah semangat dalam belajar. Justru dengan keadaan yang serba kekurangan itu, yang mendorong mereka untuk giat belajar dan ingin menjadi orang sukses serta ingin mengangkat derajat kedua orang tuanya menjadi lebih baik lagi. Semua anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari bisa melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi, bahkan dua anak laki-lakinya sudah menjadi sarjana berprestasi.

Para tetangga merasa heran dengan keluarga Bapak Slamet dan Ibu Sundari. ” Kok bisa yaa? Anak-anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari bisa kuliah semua. Padahal, mereka orang tidak punya,”.ujar mereka. Hal tersebut bisa dicapai oleh anak-anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari tidak lain adalah karena mendapat beasiswa atas prestasi mereka. Bapak Slamet dan Ibu Sundari sepeserpun tidak memberi uang saku/uang kuliah kepada mereka. Ketiga anaknya hidup mandiri tanpa merepotkan kedua orang tuanya. Mereka bisa sukses tidak lepas dari do’a dari kedua orang tuanya. Setiap hari Bapak Slamet dan Ibu sundari berdo’a demi kesuksesan anak-anaknya. Mungkin itu balasan dari Allah kepada Bapak Slamet dan Ibu Sundari atas kesengsaraannya selama ini. Dalan Islam juga dijelaskan bahwa do’a orang yang teraniaya itu terkabul. Dan hal tersebut memang benar-benar terjadi di kehidupan Bapak Slamet dan Ibu Sundari.

Melihat anak-anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari yang sudah sukses, kini tetangga-tetangga mereka tidak lagi menindas mereka. Bahkan, banyak sekali dari mereka yang meminta bantuan kepada anak-anak Bapak Slamet dan Ibu Sundari dari segi apapun. Bapak Slamet dan Ibu Sundari sangat bersyukur mempunyai anak-anak yang sangat hebat dan bisa membanggakan mereka.

Dari kisah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa: pertama, kita harus menerima apa adanya dan tidak bisa memilih dari rahim siapa kita lahir. Kedua, kita harus selalu bersyukur dan sabar menjalani kehidupan dalam kondisi dan situasi apapun. Ketiga, kita harus saling toleransi kepada siapapun itu tanpa memandang kasta. Wallahu a’lam bi showab.

Oleh: Siti Yulianti, Santri Muda (Sanda) PT 10 Planet NUFO Mlagen, Rembang asal Salatiga, Jawa Tengah.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *