Siapa itu generasi milenial?
Sering kali kita mendengar istilah generasi milenial. Tapi tahukah anda bahwa generasi milenial itu sangat berpotensi mampu menghadapi dan menjawab tantangan globa, lbahkan jika maksimal generasi milenial ini bisa menjadikan Indonesia maju dalam berbagai bidang.
Generasi milenial merupakan generasi yang lahir antara tahun 1980-an sebagai awal kelahiran dan tahun 2000-an sebagai akhir dari kelahiran. Geberasi milenial pertama kali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam sebuah buku yang berjudul Millenials Rising : The Next Generation (2000). Berbagai pendapat para ahli memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan rentang umur pada setiap generasi, bahkan dalam hal penyebutannya pun berbeda.
Dalam buku elektronik Statistik Gender Tematik : Profil Generasi Milenial Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA) pada tahun 2018, menyebutkan ada enam pendapat tentang pengelompokan generasi, yaitu Tapscott (1988) dengan rentang tahun (1976-2000) menyebutnya sebagai Digital Generation. Zemke (et. al) pada tahun 2000 dengan rentang tahun (1980-2000) menyebutnya dengan nama Nexters.
Kemudian disusul oleh pendapat Lancaster dan Stillman (2000) menyebutnya dengan generasi Y. Sedangkan Martin dan Tulgan (2000) dengan rentang tahun 1981-1999 menyebutnya dengan nama Milinials. Terakhir Oblinger (et. al) pada tahun 2005 dengan rentang tahun 1981-1995 menyebutnya dengan sebutan Gen-Y atau NetGen.
Pada dasarnya generasi milenial ini lahir pada momen berkembang pesatnya kemajuan teknologi atau sering disebut momen memasuki era modern. Dalam artikelnya, Syarif, dkk. (2018) mengatakan bahwa generasi milenial lahir ketika momen pesatnya perkembangan teknologi, sehingga generasi milenial ini seringkali dikaitkan dengan kemampuan dalam membaca, dan mengetahui arah dan perkembangan teknologi.
Apa Tantangan Generasi Milenial Sekarang ?
Seperti yang diketahui generasi milenial ini sangat hangat dengan teknologi, utamanya smartphone. Terlepas luasnya manfaat yang diberikan oleh benda yang namanya smartphone ini, sesampai generasi milenial ini enggan lama-lama berjauhan dengan benda tersebut. Smartphone memang memiliki manfaat yang sangat banyak, baik untuk mencari informasi atau sekedar berkomunikasi dengan orang lain.
Dalam kaitannya dengan kondisi teknologi dan komunikasi yang semakin luas peranannya, maka generasi milenial harus mampu memposisikan dirinya sebagai agen dari sebuah perubahan (agent of change). Namun, beberapa kasus yang terjadi di Indonesia banyak melibatkan kaum milenial. Hal ini sebenarnya menjadi ancaman dan memberikan sikap skeptis kalangan masyarakat soal mampu atau tidak generasi milenial menjadi aktor penggerak perubahan masa depan Indonesia.
Seperti halnya kasus pembunuhan, bullying, kekerasan, minum minuman dan obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Kasus-kasus yang dianggap klasik itu ternyata memang banyak melibatkan generasi milenial, yang salah satunya di dasari oleh kurangnya kemampuan dalam memfilter informasi dan mencari lingkungan yang baik, begitu pun rendahnya pengawasan dari keluarga.
Namun, generasi milenial tidak boleh dipandang sebelah mata, artinya tidak kalah banyak generasi milenial yang mempu memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan kemajuan negara Indonesia.
Dalam kaitannya dengan arus informasi, menuntut generasi milenial untuk terus belajar. Karena beberapa kasus yang ditemui adalah maraknya hoaks, yaitu informasi palsu yang pada dasarnya disebarkan dengan memusatkan pada generasi milenial yang menjadi targetnya. Hal ini karena penggunaan akses internet banyak digunakan oleh generasi milenial.
Terlepas dari masalah hoaks yang sampai saat ini belum kunjung diperbaiki, kasus lainnya adalah tentang maraknya paham radikalisme. Radikalisme ini menjadi tantangan yang serius bagi generasi milenial ketika memasuki fase bonus demografi. Husein (2017) menyatakan bahwa akar kata radikal berasal dari bahasa latin “radix” yang artinya akar. Dalam bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental. Sedangkan radicalism artinya doktrin atau praktek penganut paham radikal atau paham ekstrim.
Untuk menuju bonus demografi, generasi milenial membutuhkan peran-peran dari lembaga penting yaitu lembaga pemerintah yang harus mengupayakan dan memberikan ruang peningkatan sumber daya manusia, bagitupun lembaga-lembaga pendidikan dan institusi atau lembaga sosial masyarakat harus lebih aktif dalam menanggapi isu-isu terkini, sehingga paham-paham radikal tidak mudah mempengaruhi generasi milenial.
Dalam artikel Ardhani (2018) mengatakan bahwa faktor psikologi sosial merupakan pemicu keterlibatan anak muda dalam fenomena radikalisme. Faktor-faktor tersebut adalah krisis psikologis, kesulitan dalam identifikasi sosial, pencarian status, dan balas dendam terhadap “musuh” yang mungkin bertahun-tahun dipupuknya, JM Venhaus (1995).
Selanjutnya Hikam (2018) mengatakan bahwa alasan anak muda atau generasi milenial menjadi sasran radikalisme ini adalah karena anak muda terpikat oleh etos perjuangan melawan kebobrokan, penindasan pada lantaran lokal, nasional maupun global. Adapun orang-orang yang baru belajar agama yang ingin menunjukkan kemampuan agamnya lebih tinggi dari siapa saja.
Pentingnya deradikalisme dinarasikan dan dirancang sejak dini. Pasalnya radikalisme merupakan sebuah paham yang sulit untuk diprediksi lahir dan berkembangnya. Maka dari itu deradikalisme perlu dijadikan sebagai sebuah ideologi yang perlu ditumbuhkan oleh masyarakat sejak dini, bukan hanya sebatas program yang dicanangkan oelh pihak-pihak tertentu.
Beberpa tantangan lain yang diprediksikan adalah maraknya konflik agama. Seperti yang kita tahu, salah satu kasus yang menimpa Ustadz Abdul Shomad. Kasus yang diduga pencemaran nama baik agama yang tersebar di media sosial, yang kemudian diketahui oleh kalangan masyarakat umum.
Hal ini akan menjadi ancaman tersendiri bagi generasi milenial, terlebih ketika nanti di era bonus demografi. Dalam buku lektronik serupa, Badan Keluarga Berencanan Nasional (BKKBN) menyatakan Indonesia akan mengalami bonus demografi pada rentang waktu antara 2020-2030. Pada saat itu jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 70 persen, sedangkan sisanya 30 persen merupakan penduduk yang tidak produktif. Persentase ini akan semakin ideal begitu memasuki masa puncak antara tahun 2028-2030.
Akan semakin banyak generasi milenial yang memanfaatkan kecanggihan teknologi, bahkan nantinya akan dirasakan juga oleh generasi-generasi selanjutnya. Ini merupakan momentum besar sekelompok atau oihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan situasi. Ancaman menjadi pilar yang utamanya harus dilawan. Karena bisa jadi pada era bonus demografi menyebabkan maraknya cyber crime, serangan buzzer, dan lain sebagainya.
Apakah Generasi Milenial Mampu Memaksimalkan Peran di Era Bonus Demografi?
Fase bonus demografi, yaitu diprediksi antara rentang tahun 2020-2030 juga tidak kalah menggiurkan bagi generasi milenial saat ini. Dalam kaitannya dengan program yang dirancang oleh pemerintah, yaitu dengan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah paling utama dalam menyongsog bonus demografi kedepan. Beberapa hal yang direncanakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yakni melalui program pendidikan, memperluas kesempatan kerja, dan peningkatan perekonomian di Indonesia.
Jika sumber daya manusia berkarakter sehat, cerdas, dan produktif akan membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi penduduknya. Semakin melimpahnya sumber daya manusia usia produktif berpengaruh positif bagi bangsa Indonesia, karena tenaga kerja untuk produksi akan semakin banyak. Hal ini akan berakibat pada peningkatan pendapatan daerah maupun nasional yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kemenpppa : 2018).
Dengan berbagai tantangan yang akan di hadapi oleh generasi milenial di era bonus demografi nanti, tentulah perlu adanya pemusatan perhatian pemerintah terhadap perkembangan setiap generasi. Terlebih dengan mencanagkan program-program yang berkelanjutan, memberikan apresiasi terhadap mereka yang berkarya, dan menjadikan peran generasi milenial sebagai aktor yang sentral dalam upaya memajukan bangsa.
Beberapa karakteristik yang dimilikinya, yaitu beraktivitas dengan sangat produktif, mampu memanfaatkan kecanggihan teknologi, mampu mengambangkan potensi yang dimiliki, serta semangat dalam berkolaborasi dalam segala hal, menjadikan generasi milenial ini merupakan tonggak keberhasilan dan kemajuan bangsa saat ini. Karena bonus demografi suatu negara hanya akan terjadi satu kali dalam periode yang sangat lama.
Tentulah generasi milenial bukanlah sebuah ancaman jika hari ini mereka mampu menanamkan benih-benih harapan untuk masa depan. Utamanya siap dan mampu memberikan segala bentuk ide, gagasan, serta kontribusi prositif untuk secara masif berkolaborasi bersama-sama membangun bangsa. Maka dari itu generasi milenial harus menjadi sumber harapan bagi setiap masyarakatnya karena tidak sedikit yang menilai dan memandang optimis bahwa generasi milenial mampu menjawab tantangan menjadi peluang, dan menghadirkan harapan bukan ancaman.
Penulis : Maman Firmansyah, Wakil Ketua BEM FIP terpilih 2020, Aktivis HMI Komisariat Unnes Raya (Kepala Bidang Komunikasi Ummat) 2019-2020